Senin, 18 April 2011

lanjutan

Hormesis Radiasi Data epidemilogi mengenai efek
radiasi dosis rendah sebagai
penyebab timbulnya kanker dan
kerusakan genetik masih minim.
Di lain pihak beberapa pakar
biologi radiasi dapat menunjukkan bukti-bukti
tentang adanya efek
merangsang (stimulatif) akibat
paparan radiasi dosis rendah
yang disebut hormesis.
Fenomena hormesis ini sebenarnya sudah lama dikenal
dalam ilmu obat-obatan
(farmakologi). Dalam hal ini
hormesis mengandung
pengertian bahwa suatu zat
yang dalam jumlah banyak bersifat racun tetapi dalam
jumlah sedikit bersifat sebagai
perangsang kehidupan. Obat-
obatan para prinsipnya
tersebut dari bahan-bahan
kimia yang bersifat racun bagi tubuh, namun dengan
pengaturan dosis yang tepat,
obat-obatan justru bermanfaat
bagi tubuh. Bertitik tolak dari
pengertian ini maka hormesis
radiasi mengandung pengertian bahwa radiasi dosis rendah
bersifat mampu memberikan
efek yang menguntungkan bagi
kehidupan. Hipotesa tentang adanya
hormesis radiasi muncul setelah
dilakukan penelitian terhadap
organisme ber-sel tunggal
hingga tumbuh-tumbuhan dan
binatang bersel banyak seperti serangga, ikan dan mamalia.
Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa paparan
radiasi dosis rendah
memberikan efek perbaikan
terhadap binatang maupun tumbuhan percobaan dalam
bentuk tingkat kesuburan,
kesehatan, peningkatan umur
rata-rata binatang percobaan,
kemampuan penyembuhan luka,
kerentanan terhadap penyakit. Ketahanan terhadap infeksi dan
lain-lain. Sementara data-data tentang
adanya hormesis pada binatang
percobaan cukup banyak,
hormesis radiasi terutama bagi
manusia hingga kini masih
menjadi ajang perdebatan bagi para pakar biologi radiasi. Hal ini
disebabkan belum lengkapnya
data yang mendukung
kesimpulan ke arah sana.
Meskipun demikian, data-data
epidemiologi yang telah terkumpul hingga saat ini cukup
menunjukkan bahwa hormesis
dapat juga terjadi pada
manusia. Data epidemiologi
tersebut berupa data dari
korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan penduduk
yang tinggal pada daerah
dengan radiasi latar alamiah
lebih tinggi dibandingkan
dengan radiasi latar alamiah
normal, seperti penduduk di Propinsi Guangdong (RRC) dan
Pantai Kerala (India). Para korban bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki yang
selamat hingga kini masih
terus dipantau dan menjadi
obyek penelitian oleh para ahli.
Dari data yang dikumpulkan selama 24 tahun sejak tahun
1958 hingga 1982 menunjukkan
bahwa sejumlah korban yang
diperkirakan menerima radiasi
dengan dosis antara 0,12 – 0,36 Sievert justru tercatat
tingkat kematiannya akibat
leukemia paling minim
dibandingkan penduduk lain
yang tidak menerima paparan
radiasi pada saat terjadi ledakan bom atom. Dari Cina juga dilaporkan status
kesehatan lebih dari 20.000
penduduk di kota Yangjang,
propinsi Guangdong. Dari hasil
pengukuran diketahui bahwa
radiasi latar di daerah itu ternyata tiga kali lebih tinggi
dibandingkan radiasi latar
daerah-daerah lainnya. Data
mengenai status kesehatan
penduduk yang menempati
daerah tersebut turun temurun dikumpulkan dari
tahun 1972 – 1975 dan dibandingkan dengan status
kesehatan penduduk daerah
lain yang radiasi latar
alamiahnya normal. Data yang
diperoleh menunjukkan bahwa
frekwensi ditemukannya kanker ternyata lebih rendah pada
penduduk di daerah radiasi
latar tinggi dibandingkan
dengan penduduk di daerah
dengan radiasi latar rendah.
Demikian halnya dengan data yang terkumpul dari Pantai
Kerala di India. Lebih dari
130.000 penduduk tinggal di
daerah ini dengan radiasi latar
alamiah 3 hingga 10 kali di atas
normal. Namun harapan hidup penduduk di Kerala ternyata 10
– 15 tahun lebih panjang dari pada harapan hidup rata-
rata penduduk India. Dari
beberapa data epidemiologi
yang berhasil dikumpulkan inilah
beberapa pakar radiobiologi
menduga adanya hormesis radiasi pada manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar